Dan kemudian aku melihat langit yang masih murung
sembari menghisap sebatang rokok dan secangkir kafein
menikmati aroma hujan yang masih mentah.
Aku duduk di teras depan rumah temanku
aku melihat bocahbocah kecil berlarian
bermain air, bermain hujan
bermain keriuhan pada masanya.
Genderang perang masih terus berdengung
bunyinya nyaring, merusak telinga,
mengganggu saraf otakku.
Aku merasakan perang masih terus berlanjut
bukan perang negaranegara penguasa
bukan pula perang saudara tentang barisan militer di ujung negeri sana.
Perang bukan hanya tentang kekerasan
atau sebuah revolusi fisik.
Bukan pula tentang pengeboman di pangkalan udara
ataupun di danaudanau tempat para angsaangsa bercinta
dengan ribuan ilalang yang berdiri kokoh disampingnya.
Bukan pula perang yang mengatasnamakan konsepsi ketuhanan
Aku masih menikmati secangkir kafein
merayu kedua burung kecilku di dalam sangkar,
burung hantu dan kelelawar
yang masih saja berdebat tentang permainan siang dan malam
bermain-main dalam proses kegilaan yang berlebih.
Hujan masih tetap saja mentah.
Dan bukankah kita memang dalam kondisi gila ?
Dan kemudian aku menatap tajam pada mereka
sambil sedikit memicingkan mata.
Aku ingin memukul genderang untuk terakhir kali
bahwa perang harus segera diakhiri,
dan sebenarnya memang benarbenar harus berakhir.
Aku banting secangkir kafein itu kedalam sangkar
lalu menubruknya dari belakang.
Kepalaku pusing,
sepertinya ada beberapa kerikil yang hinggap didalam otakku.
Langit masih tetap murung.
Bukankah kita memang sedang menunggu malam berkabar terang ?
Atau mengumpulkan tiap tetes keringat di pagi hari
Kedua burung kecilku tergulai lemas
setelah tadi aku tubruk dari belakang.
Dan kali ini aku mengambil pisau.
Menusuk mereka tepat di depan mata.
Dan darah memang berceceran
Aku masih duduk di teras depan rumah temanku
sembari menikmati sisasisa hujan yang tetap saja mentah.
Genderang masih berdengung meskipun lirih,
tapi bukankah kita benarbenar dalam kondisi kegilaan yang berlebih ?
patrang, 18/12/2011
1:09 am
jember masih sedikit dingin
Sabtu, 17 Desember 2011
Cerita Dalam Sangkar
Rabu, 22 Desember 2010
semasa senja
Sesampainya tengah malam
angin mengoyak-ngoyak dedaunan
dingin jadi selapuk kayu
Ini malam tak lagi bertuan
bercinta dengan rembulan pun aku sudah risih
Bukankah aku hidup semasa senja ?
melihat jingga berdebat dengan burung gereja
dan tentu saja tidak lagi mengharap hidup
pada mendung dan hujan
Dan bukankah aku ini hidup di masa senja ?
sembari berpulang – berlalu
mendongak bersama burung hantu
bukan berguru pada kelelawar
13 november 2010
00 : 26
kosan tegal gede
Sabtu, 04 September 2010
bocah penjemput senja
Bukankah mereka selalu berlari ?
berlari, hingga di pucuk negeri
menjemput jingga, bukan di kota tua
bukan pula di padang semesta
Bukankah merekalah bocah-bocah itu ?
mengejar layangan sepulang sekolah
bertumbuk dengan terik di pedesaan
melihat ayam jantan yang masih bingung dengan jarum emas,
ya, jarum emas, tuntutan sang elang di masa lampau
Merekalah bocah ingusan itu
berebut layangan dengan sesamanya
mengumpan sepat di pinggir kali
bercanda dengan hujan dan angin
Biarlah . . .
biarlah, mereka tetap berebut layangan
bercanda dengan hujan dan awan
bukan mencari nasi di pinggir jalan
bukan pula mengemis di pagi buta
Biarlah, mereka tetap mengumpan sepat di pinggir kali
bermain kelereng di halaman belakang
bukan mengamen di perempatan
bukan pula jadi bocah perantauan
Bukankah mereka selalu berlari ?
menjemput jingga di kala senja
beradu mimpi pada masanya
03-09-2010 ; 02:00
kosan tegal gede
kuswandhana
Rabu, 12 Mei 2010
“ janur di saat sore “
( untuk Astutik yang sedang bahagia )
Kali ini menjelang sore
panas mentari tak begitu menyengat
semilir angin bak daun ketapang berjatuhan
diiringi hiruk-pikuk mahasiswa
Kunikmati ultraviolet dengan segelas kopi
sembari kuhisap rokok
dengar kicau burung, merdu
Sore ini menjadi bahagia
sesosok perempuan tape, pandangi lengkungan
janur kuning di depan rumahnya, seuntai
melati pun melekat di kepalanya
Masih menjadi sore
canda, tawa, tangis kebahagiaan
dalam ritual sunnah rasul-Nya
setelah bertahun-tahun, tiba saat sore
Sore selalu bahagia, kali ini
aku bisa merasakan senyumnya
tapi, aku tak ada disana …
okik
( 02:01 ; 060510 )
Kamis, 29 April 2010
senyuman
Eksotisme pagi selalu terasa
saat mentari keluar dari peraduannya
kicau burung gereja memikat pasangannya
tangis bayi serta senyuman anak-anak,
siapa yang tak tercengang olehnya ?
Aku terpesona pagi
tiap tetes embun yang jatuh
kulihat senyum membias stomatanya
pejantan pun tersenyum
rayu betinanya
sungguh, aku terpesona pagi
Jingga, bertalu rindu kau bertanya
ah... kini hari sudah senja
tak mampu kujawab apa adanya
Aku hanya ingin tersenyum
tersenyum atas tanya yang Kau beri
tersenyum lima kali sehari . . .
okik
( 210410 ; 18:37 )
Senin, 22 Maret 2010
“ seorang pecundang “
Sebuah kisah tengah menengadah
tak mau menghadap kebawahnya
sembilan bukan yang lalu
sakit yang kunikmati, selalu
kini mulai pahit, terasa
Aku ingin terus menulis
menjadi baris dari tiap baitmu
Ini raga seorang pecundang
ketika sajak-sajakku
hilangm pergi, ataukah tercuri ?
Ini hidup seorang pecundang
diinjak-injak tak bisa melawan
dicampakkan jiga diacuhkan
sungguh, tak begitu menyenangkan
Andai delapan pedang mata angin
hendak menghunus mataku
aku mau empat pedang menancap pada hatiku
dan sisanya menghunus jantungku
agar aku masih bisa melihat
dinamika kehidupan, masih sama
Ketika lingkungan di sekitar tak peduli
selalu terjebak animo masyarakat sekitar
memang, terjebak pada hidup yang terencana
Aku ingin tetap menengadah
berharap pada sajak-sajakku, sajak lamaku
kutunggu, dan kupungut serta
Inilah hidup seorang pecundang
ingin tetap menengadah sajak lamanya
( 020310 ; 03:05 )
Kamare langgeng
Senin, 01 Maret 2010
antara beda dan sepi
Kali ini serasa beda
Saat kubuka mata
Kujejakkan langkah
Namun sesak dada
Malam kembali sepi
Jalanan tampak malamnya
Bukan hari seperti biasa, entah
Tak kudengar korek pemulung menyulut sebatang rokok
Ataupun gepeng, penguasa kali ini
Malam kembali sepi
Bertalu rindu tak bertabur penghuninya
Langit tak berpendar gemintang
Tak jua biaskan cahya rembulan
Awan lambaikan tangan menatap kebawahnya
Ah, kau tak bertutur sapaku
Kali ini serasa beda
Ini malam kembali sepi
Aku yang beda
Aku yang sepi
250210 01:42
Kamare langgeng