Antirogo pagi nampak layaknya petang
Wajahnya kelabu,
Mendung . . .
Ini pagi masih dingin
Rasanya menjijikkan,
Jengkelkan tubuh . . .
Ah …!
Fajar tak bisa kulihat
Duduk sama Munil, temanku pagi ini
Nikmati aroma tanah liat
Sambut belai padian,
Juga rerumputan, nguning . . .
Tes… tes… tes…
Nangis langitnya
Basah padinya, lembek
Tanah liatnya . . .
Ramai, riuh
Aktifitas para ibu
Sibuk belanja untuk sarapan
Anak-anaknya ke sekolah
Suami yang akan pergi kerja
Ah, sungguh hebat kaum ibu . . .
Kuat, ikhlas, setia, penuh
Kasih sayang . . .
Aku diam di gubug dampingi Munil
Bawahnya, sungai
Kricik… kricik… kricik …
Cerita terkembang
Asap rokok mulai gentayangan
Ah …!
Antirogo pagi . . .
Sejuta cerita simpan terhadapmu
Layarmu terkembang
Fajar pun mulai datang
Nampak . . .
Bias . . .
Hangatkan tubuh
Sejukkan jiwa . . .
Antirogo
070110 06 : 00
Jumat, 08 Januari 2010
“ Antirogo Pagi “
“ sesal salahku “
puisi dari emiLya ( 240909 10 : 49 )
Malam datang menerkam diriku
Semakin takut aku mendatangi waktu
Bingung resah rasanya
Mengapa jadi begini ?
Waktu begitu cepat
Tapi kuterus nikmati
Walau hanya sebuah fatamorgana
Dan hanya diri ini yang tau
Tak kusangka dia tau
Fatamorgana yang tak pasti
Dan tapi ini berlanjut
Terhubung antar tali
Hingga penyesalan datang
Aku tak dapat berkutik lagi
Bibir bungkam
Mungkinkah penyesalan ini berakhir.
“ kosong “
Di kamar, putih lampu temaram
Menanti malam berkabar terang
Namun rembulan tak kunjung benderang
Hanya gemintang yang selalu terdiam
Ini malam tak bernafsu
Rembulan tak bertutur sapaku
ini raga lagi tanya
tentang semua yang mulai beda
hidup hanya sebuah perjalanan
karena akhir,
adalah awal dari semua penantian . . .
kamare sugHa
060110 01 : 42
Kamis, 07 Januari 2010
" Latihan Alam XIV "
( untuk para pioneer )
Genderang perang sudah ditabuh
Belasan pasang telapak tangan
Ditumpuk, melingkar,
Bergandengan…
Upacara dilaksanakan
Tembang persaudaraan dilantunkan
Bendera dikibar-kibarkan
Ini raga bernama pioneer
Musik, teater, puisi, rupa, juga tari
Kami bawa bersama
Merantau ke tempat tak bermanusia
Yang ada hanya kunang-kunang dan daun pohonan
Tiga hari membangun tempat persinggahan
Untuk kemudian berperang sepekan
Agar proses seni kami tak mati suri lagi
Genderang perang sudah ditabuh
Belasan pasang telapak tangan
Ditumpuk, melingkar, bergandengan
Lantunan tembang persaudaraan sepanjang jalan
Kobar !!! semangat . . .
Diantara pedagang jalanan
Kobar!!!semangat . . .
Lantunkan tembang persaudaraan!!!
“Journey story “
If my eyes be able to exchange with your mouth
I will read your rhyme
In my heart without seeing [it]
Write down all about your life
This life too silent
I wish again to public road
Seeing every life dynamics
Feeling every difference of journey have
Order to crack of journey
I look into the sky with my naked eyes
Hoping night has good news [to]
There is no breath which [is] flower
This isn’t life a person
Only looking for zest society
Because I do not act to do
Act up too old act a part in others copy
I … don’t
(transLate from "kisah perjalanan")
Minggu, 03 Januari 2010
“ bayang-bayang “
Siang mengambang, sore menjulang
ku terus berdendang, di atas bayang
mata kian berlinang, engkau datang
menghilang . . .
Kenapa kau datang lagi ?
di alam menguras mimpi
Akh . . . kau datang
di saat aku tak dapat
membuka mata
di saat aku tak dapat
berkta apa-apa
Tanpa undangan
dari langit terang
engkau lagi datang
menyuguhkan sepercik bayangan
Hal terburuk, menakutkan
terpuruk, menjanjikan
namun terindah, membayangkan
termanis, membahagiakan
Siang mengambang, sore menjulang
ku terus berdendang, di atas bayang
mata kian berlinang.
Ku ucapkan . . .
sekali lagi ku ucapkan
selamat tinggal terang
selamat tinggal
sayang . . .
jember, 02 agustus 2009
( 02:20, swapenka )
“ dua puluh lima “
( untuk Latihan Alam Dewan Kesenian Kampus 21-27 Desember 2009 Sumber Jambe )
Genderang perang usai ditabuh
menatap langit gemintang benderang
berharap malam berkabar terang
meracik benih-benih kesenian di altar kehidupan
Puluhan pasang telapak tangan
ditumpuk, melingkar,
menggenggam erat tembang persaudaraan
Ini subuh jadi saksi
sepekan perang yang dijalani
Di pinus, ikrar dilantunkan
dua puluh lima pasang telapak tangan
melingkar, bergandengan,
khusyuk . . .
dibalik tangis kebahagiaan, canda
keharuan, terucap . . .
“ Bagaimanapun Juga Kau adalah Saudara Kami “
Dua puluh lima pasang telapak tangan
dua puluh lima raga yang bernama
dan dua puluh lima jiwa
kini, mulai bersaudara . . .