Sesampainya tengah malam
angin mengoyak-ngoyak dedaunan
dingin jadi selapuk kayu
Ini malam tak lagi bertuan
bercinta dengan rembulan pun aku sudah risih
Bukankah aku hidup semasa senja ?
melihat jingga berdebat dengan burung gereja
dan tentu saja tidak lagi mengharap hidup
pada mendung dan hujan
Dan bukankah aku ini hidup di masa senja ?
sembari berpulang – berlalu
mendongak bersama burung hantu
bukan berguru pada kelelawar
13 november 2010
00 : 26
kosan tegal gede
Rabu, 22 Desember 2010
semasa senja
Sabtu, 04 September 2010
bocah penjemput senja
Bukankah mereka selalu berlari ?
berlari, hingga di pucuk negeri
menjemput jingga, bukan di kota tua
bukan pula di padang semesta
Bukankah merekalah bocah-bocah itu ?
mengejar layangan sepulang sekolah
bertumbuk dengan terik di pedesaan
melihat ayam jantan yang masih bingung dengan jarum emas,
ya, jarum emas, tuntutan sang elang di masa lampau
Merekalah bocah ingusan itu
berebut layangan dengan sesamanya
mengumpan sepat di pinggir kali
bercanda dengan hujan dan angin
Biarlah . . .
biarlah, mereka tetap berebut layangan
bercanda dengan hujan dan awan
bukan mencari nasi di pinggir jalan
bukan pula mengemis di pagi buta
Biarlah, mereka tetap mengumpan sepat di pinggir kali
bermain kelereng di halaman belakang
bukan mengamen di perempatan
bukan pula jadi bocah perantauan
Bukankah mereka selalu berlari ?
menjemput jingga di kala senja
beradu mimpi pada masanya
03-09-2010 ; 02:00
kosan tegal gede
kuswandhana
Rabu, 12 Mei 2010
“ janur di saat sore “
( untuk Astutik yang sedang bahagia )
Kali ini menjelang sore
panas mentari tak begitu menyengat
semilir angin bak daun ketapang berjatuhan
diiringi hiruk-pikuk mahasiswa
Kunikmati ultraviolet dengan segelas kopi
sembari kuhisap rokok
dengar kicau burung, merdu
Sore ini menjadi bahagia
sesosok perempuan tape, pandangi lengkungan
janur kuning di depan rumahnya, seuntai
melati pun melekat di kepalanya
Masih menjadi sore
canda, tawa, tangis kebahagiaan
dalam ritual sunnah rasul-Nya
setelah bertahun-tahun, tiba saat sore
Sore selalu bahagia, kali ini
aku bisa merasakan senyumnya
tapi, aku tak ada disana …
okik
( 02:01 ; 060510 )
Kamis, 29 April 2010
senyuman
Eksotisme pagi selalu terasa
saat mentari keluar dari peraduannya
kicau burung gereja memikat pasangannya
tangis bayi serta senyuman anak-anak,
siapa yang tak tercengang olehnya ?
Aku terpesona pagi
tiap tetes embun yang jatuh
kulihat senyum membias stomatanya
pejantan pun tersenyum
rayu betinanya
sungguh, aku terpesona pagi
Jingga, bertalu rindu kau bertanya
ah... kini hari sudah senja
tak mampu kujawab apa adanya
Aku hanya ingin tersenyum
tersenyum atas tanya yang Kau beri
tersenyum lima kali sehari . . .
okik
( 210410 ; 18:37 )
Senin, 22 Maret 2010
“ seorang pecundang “
Sebuah kisah tengah menengadah
tak mau menghadap kebawahnya
sembilan bukan yang lalu
sakit yang kunikmati, selalu
kini mulai pahit, terasa
Aku ingin terus menulis
menjadi baris dari tiap baitmu
Ini raga seorang pecundang
ketika sajak-sajakku
hilangm pergi, ataukah tercuri ?
Ini hidup seorang pecundang
diinjak-injak tak bisa melawan
dicampakkan jiga diacuhkan
sungguh, tak begitu menyenangkan
Andai delapan pedang mata angin
hendak menghunus mataku
aku mau empat pedang menancap pada hatiku
dan sisanya menghunus jantungku
agar aku masih bisa melihat
dinamika kehidupan, masih sama
Ketika lingkungan di sekitar tak peduli
selalu terjebak animo masyarakat sekitar
memang, terjebak pada hidup yang terencana
Aku ingin tetap menengadah
berharap pada sajak-sajakku, sajak lamaku
kutunggu, dan kupungut serta
Inilah hidup seorang pecundang
ingin tetap menengadah sajak lamanya
( 020310 ; 03:05 )
Kamare langgeng
Senin, 01 Maret 2010
antara beda dan sepi
Kali ini serasa beda
Saat kubuka mata
Kujejakkan langkah
Namun sesak dada
Malam kembali sepi
Jalanan tampak malamnya
Bukan hari seperti biasa, entah
Tak kudengar korek pemulung menyulut sebatang rokok
Ataupun gepeng, penguasa kali ini
Malam kembali sepi
Bertalu rindu tak bertabur penghuninya
Langit tak berpendar gemintang
Tak jua biaskan cahya rembulan
Awan lambaikan tangan menatap kebawahnya
Ah, kau tak bertutur sapaku
Kali ini serasa beda
Ini malam kembali sepi
Aku yang beda
Aku yang sepi
250210 01:42
Kamare langgeng
Sabtu, 27 Februari 2010
“ krisis “
Ini malam tak lagi bertuan
Diam, sendiri . . .
Kepalaku serasa delapan
Diam, gelap . . .
Aku ingin tempat berbaring
Sepekan petang hanya bayang
Tubuhku berubah sejadinya
Tak tahu aku apa aku sekarang
Gelap, nangkring . . .
Gerak tubuh sekeliling
Bayangan kaca depan mata
Tak hirau segala apa
Mampus ! aku tak peduli
Sampai krisis tanggung jawabku
Mampus ! aku tak peduli
160110 01:46
Kamare suga
Jumat, 05 Februari 2010
sEndiriAn
Hampir tiga bulan berlalu
ini malam menghujam tubuh
dalam tangan menggenggam rindu
bertulis kenangan menderu pilu
Sunyi menjilat belung
dalam kamar tersudut alur
yang kini mulai merajam organ dalamku
tak beraturan . . .
Hari-hari terasa monoton
berpikir mundur pada jejak yang mulai hilang
ini jalan terputus pandang
dibalik bayang langkahku terbuang
Ini langkah terngiang sungguh
ingin tetap pada tubuh yang dulu
Disini, hanya ada aku
berdebat dengan pena tentang wanitaku
Jumat, 08 Januari 2010
“ Antirogo Pagi “
Antirogo pagi nampak layaknya petang
Wajahnya kelabu,
Mendung . . .
Ini pagi masih dingin
Rasanya menjijikkan,
Jengkelkan tubuh . . .
Ah …!
Fajar tak bisa kulihat
Duduk sama Munil, temanku pagi ini
Nikmati aroma tanah liat
Sambut belai padian,
Juga rerumputan, nguning . . .
Tes… tes… tes…
Nangis langitnya
Basah padinya, lembek
Tanah liatnya . . .
Ramai, riuh
Aktifitas para ibu
Sibuk belanja untuk sarapan
Anak-anaknya ke sekolah
Suami yang akan pergi kerja
Ah, sungguh hebat kaum ibu . . .
Kuat, ikhlas, setia, penuh
Kasih sayang . . .
Aku diam di gubug dampingi Munil
Bawahnya, sungai
Kricik… kricik… kricik …
Cerita terkembang
Asap rokok mulai gentayangan
Ah …!
Antirogo pagi . . .
Sejuta cerita simpan terhadapmu
Layarmu terkembang
Fajar pun mulai datang
Nampak . . .
Bias . . .
Hangatkan tubuh
Sejukkan jiwa . . .
Antirogo
070110 06 : 00
“ sesal salahku “
puisi dari emiLya ( 240909 10 : 49 )
Malam datang menerkam diriku
Semakin takut aku mendatangi waktu
Bingung resah rasanya
Mengapa jadi begini ?
Waktu begitu cepat
Tapi kuterus nikmati
Walau hanya sebuah fatamorgana
Dan hanya diri ini yang tau
Tak kusangka dia tau
Fatamorgana yang tak pasti
Dan tapi ini berlanjut
Terhubung antar tali
Hingga penyesalan datang
Aku tak dapat berkutik lagi
Bibir bungkam
Mungkinkah penyesalan ini berakhir.
“ kosong “
Di kamar, putih lampu temaram
Menanti malam berkabar terang
Namun rembulan tak kunjung benderang
Hanya gemintang yang selalu terdiam
Ini malam tak bernafsu
Rembulan tak bertutur sapaku
ini raga lagi tanya
tentang semua yang mulai beda
hidup hanya sebuah perjalanan
karena akhir,
adalah awal dari semua penantian . . .
kamare sugHa
060110 01 : 42
Kamis, 07 Januari 2010
" Latihan Alam XIV "
( untuk para pioneer )
Genderang perang sudah ditabuh
Belasan pasang telapak tangan
Ditumpuk, melingkar,
Bergandengan…
Upacara dilaksanakan
Tembang persaudaraan dilantunkan
Bendera dikibar-kibarkan
Ini raga bernama pioneer
Musik, teater, puisi, rupa, juga tari
Kami bawa bersama
Merantau ke tempat tak bermanusia
Yang ada hanya kunang-kunang dan daun pohonan
Tiga hari membangun tempat persinggahan
Untuk kemudian berperang sepekan
Agar proses seni kami tak mati suri lagi
Genderang perang sudah ditabuh
Belasan pasang telapak tangan
Ditumpuk, melingkar, bergandengan
Lantunan tembang persaudaraan sepanjang jalan
Kobar !!! semangat . . .
Diantara pedagang jalanan
Kobar!!!semangat . . .
Lantunkan tembang persaudaraan!!!
“Journey story “
If my eyes be able to exchange with your mouth
I will read your rhyme
In my heart without seeing [it]
Write down all about your life
This life too silent
I wish again to public road
Seeing every life dynamics
Feeling every difference of journey have
Order to crack of journey
I look into the sky with my naked eyes
Hoping night has good news [to]
There is no breath which [is] flower
This isn’t life a person
Only looking for zest society
Because I do not act to do
Act up too old act a part in others copy
I … don’t
(transLate from "kisah perjalanan")
Minggu, 03 Januari 2010
“ bayang-bayang “
Siang mengambang, sore menjulang
ku terus berdendang, di atas bayang
mata kian berlinang, engkau datang
menghilang . . .
Kenapa kau datang lagi ?
di alam menguras mimpi
Akh . . . kau datang
di saat aku tak dapat
membuka mata
di saat aku tak dapat
berkta apa-apa
Tanpa undangan
dari langit terang
engkau lagi datang
menyuguhkan sepercik bayangan
Hal terburuk, menakutkan
terpuruk, menjanjikan
namun terindah, membayangkan
termanis, membahagiakan
Siang mengambang, sore menjulang
ku terus berdendang, di atas bayang
mata kian berlinang.
Ku ucapkan . . .
sekali lagi ku ucapkan
selamat tinggal terang
selamat tinggal
sayang . . .
jember, 02 agustus 2009
( 02:20, swapenka )
“ dua puluh lima “
( untuk Latihan Alam Dewan Kesenian Kampus 21-27 Desember 2009 Sumber Jambe )
Genderang perang usai ditabuh
menatap langit gemintang benderang
berharap malam berkabar terang
meracik benih-benih kesenian di altar kehidupan
Puluhan pasang telapak tangan
ditumpuk, melingkar,
menggenggam erat tembang persaudaraan
Ini subuh jadi saksi
sepekan perang yang dijalani
Di pinus, ikrar dilantunkan
dua puluh lima pasang telapak tangan
melingkar, bergandengan,
khusyuk . . .
dibalik tangis kebahagiaan, canda
keharuan, terucap . . .
“ Bagaimanapun Juga Kau adalah Saudara Kami “
Dua puluh lima pasang telapak tangan
dua puluh lima raga yang bernama
dan dua puluh lima jiwa
kini, mulai bersaudara . . .