Ini malam tak lagi bertuan
Diam, sendiri . . .
Kepalaku serasa delapan
Diam, gelap . . .
Aku ingin tempat berbaring
Sepekan petang hanya bayang
Tubuhku berubah sejadinya
Tak tahu aku apa aku sekarang
Gelap, nangkring . . .
Gerak tubuh sekeliling
Bayangan kaca depan mata
Tak hirau segala apa
Mampus ! aku tak peduli
Sampai krisis tanggung jawabku
Mampus ! aku tak peduli
160110 01:46
Kamare suga
Sabtu, 27 Februari 2010
“ krisis “
Jumat, 05 Februari 2010
sEndiriAn
Hampir tiga bulan berlalu
ini malam menghujam tubuh
dalam tangan menggenggam rindu
bertulis kenangan menderu pilu
Sunyi menjilat belung
dalam kamar tersudut alur
yang kini mulai merajam organ dalamku
tak beraturan . . .
Hari-hari terasa monoton
berpikir mundur pada jejak yang mulai hilang
ini jalan terputus pandang
dibalik bayang langkahku terbuang
Ini langkah terngiang sungguh
ingin tetap pada tubuh yang dulu
Disini, hanya ada aku
berdebat dengan pena tentang wanitaku
Jumat, 08 Januari 2010
“ Antirogo Pagi “
Antirogo pagi nampak layaknya petang
Wajahnya kelabu,
Mendung . . .
Ini pagi masih dingin
Rasanya menjijikkan,
Jengkelkan tubuh . . .
Ah …!
Fajar tak bisa kulihat
Duduk sama Munil, temanku pagi ini
Nikmati aroma tanah liat
Sambut belai padian,
Juga rerumputan, nguning . . .
Tes… tes… tes…
Nangis langitnya
Basah padinya, lembek
Tanah liatnya . . .
Ramai, riuh
Aktifitas para ibu
Sibuk belanja untuk sarapan
Anak-anaknya ke sekolah
Suami yang akan pergi kerja
Ah, sungguh hebat kaum ibu . . .
Kuat, ikhlas, setia, penuh
Kasih sayang . . .
Aku diam di gubug dampingi Munil
Bawahnya, sungai
Kricik… kricik… kricik …
Cerita terkembang
Asap rokok mulai gentayangan
Ah …!
Antirogo pagi . . .
Sejuta cerita simpan terhadapmu
Layarmu terkembang
Fajar pun mulai datang
Nampak . . .
Bias . . .
Hangatkan tubuh
Sejukkan jiwa . . .
Antirogo
070110 06 : 00
“ sesal salahku “
puisi dari emiLya ( 240909 10 : 49 )
Malam datang menerkam diriku
Semakin takut aku mendatangi waktu
Bingung resah rasanya
Mengapa jadi begini ?
Waktu begitu cepat
Tapi kuterus nikmati
Walau hanya sebuah fatamorgana
Dan hanya diri ini yang tau
Tak kusangka dia tau
Fatamorgana yang tak pasti
Dan tapi ini berlanjut
Terhubung antar tali
Hingga penyesalan datang
Aku tak dapat berkutik lagi
Bibir bungkam
Mungkinkah penyesalan ini berakhir.
“ kosong “
Di kamar, putih lampu temaram
Menanti malam berkabar terang
Namun rembulan tak kunjung benderang
Hanya gemintang yang selalu terdiam
Ini malam tak bernafsu
Rembulan tak bertutur sapaku
ini raga lagi tanya
tentang semua yang mulai beda
hidup hanya sebuah perjalanan
karena akhir,
adalah awal dari semua penantian . . .
kamare sugHa
060110 01 : 42
Kamis, 07 Januari 2010
" Latihan Alam XIV "
( untuk para pioneer )
Genderang perang sudah ditabuh
Belasan pasang telapak tangan
Ditumpuk, melingkar,
Bergandengan…
Upacara dilaksanakan
Tembang persaudaraan dilantunkan
Bendera dikibar-kibarkan
Ini raga bernama pioneer
Musik, teater, puisi, rupa, juga tari
Kami bawa bersama
Merantau ke tempat tak bermanusia
Yang ada hanya kunang-kunang dan daun pohonan
Tiga hari membangun tempat persinggahan
Untuk kemudian berperang sepekan
Agar proses seni kami tak mati suri lagi
Genderang perang sudah ditabuh
Belasan pasang telapak tangan
Ditumpuk, melingkar, bergandengan
Lantunan tembang persaudaraan sepanjang jalan
Kobar !!! semangat . . .
Diantara pedagang jalanan
Kobar!!!semangat . . .
Lantunkan tembang persaudaraan!!!
“Journey story “
If my eyes be able to exchange with your mouth
I will read your rhyme
In my heart without seeing [it]
Write down all about your life
This life too silent
I wish again to public road
Seeing every life dynamics
Feeling every difference of journey have
Order to crack of journey
I look into the sky with my naked eyes
Hoping night has good news [to]
There is no breath which [is] flower
This isn’t life a person
Only looking for zest society
Because I do not act to do
Act up too old act a part in others copy
I … don’t
(transLate from "kisah perjalanan")
Minggu, 03 Januari 2010
“ bayang-bayang “
Siang mengambang, sore menjulang
ku terus berdendang, di atas bayang
mata kian berlinang, engkau datang
menghilang . . .
Kenapa kau datang lagi ?
di alam menguras mimpi
Akh . . . kau datang
di saat aku tak dapat
membuka mata
di saat aku tak dapat
berkta apa-apa
Tanpa undangan
dari langit terang
engkau lagi datang
menyuguhkan sepercik bayangan
Hal terburuk, menakutkan
terpuruk, menjanjikan
namun terindah, membayangkan
termanis, membahagiakan
Siang mengambang, sore menjulang
ku terus berdendang, di atas bayang
mata kian berlinang.
Ku ucapkan . . .
sekali lagi ku ucapkan
selamat tinggal terang
selamat tinggal
sayang . . .
jember, 02 agustus 2009
( 02:20, swapenka )
“ dua puluh lima “
( untuk Latihan Alam Dewan Kesenian Kampus 21-27 Desember 2009 Sumber Jambe )
Genderang perang usai ditabuh
menatap langit gemintang benderang
berharap malam berkabar terang
meracik benih-benih kesenian di altar kehidupan
Puluhan pasang telapak tangan
ditumpuk, melingkar,
menggenggam erat tembang persaudaraan
Ini subuh jadi saksi
sepekan perang yang dijalani
Di pinus, ikrar dilantunkan
dua puluh lima pasang telapak tangan
melingkar, bergandengan,
khusyuk . . .
dibalik tangis kebahagiaan, canda
keharuan, terucap . . .
“ Bagaimanapun Juga Kau adalah Saudara Kami “
Dua puluh lima pasang telapak tangan
dua puluh lima raga yang bernama
dan dua puluh lima jiwa
kini, mulai bersaudara . . .
Rabu, 02 Desember 2009
Cahaya-Q
Aku mencari seberkas cahaya
Kulepaskan semua rasa dalam jiwa
Hanya untuk cinta…
Hanya satu cahaya yang bisa memikatku…
Sebuah bulatan besar yang bersinar terang,
Penuh harapan
Penuh kehangatan
Sebenarnya aku tahu,
Tak hanya engkau yang mampu bersinar di dunia ini
Begitu banyak bulatan lain yang dapat bersinar
Namun, hanya kilauan sinarmu dan senyuman manismu-lah yang yang bisa menumbuhkan semangatku
Dan hanya engkaulah yang mampu menghanyutkan kehidupanku
Menuju muara keindahan
Kaulah mentariku…
Mentari yang mampu bersinar terang
Yang bisa menuntunku keluar dari gua kegelapan
Menarikku dari jurang kenistaan…
Walau aku tahu…
Juga kupahami…
Engkau tak hanya menyinariku
Namun,
Kilauan sinarmu kan kusimpan
Kan kujaga kemurniannya…
Sampai dua batu nisan kan menemani…..
Tidurku yang panjang…
“10082008” 10:25
koSan gEban9
“ ada benak, lalu kelam . . . “
Tengah hari kemarin
Buruk semua bayang
Saat mata terpejam
Lalu, buyar . . .
Ada mentari dilahap purnama
Byar . . . pet . . .
Byar . . . pet . . .
Terlambat waktu
Ada benak, lalu kelam
Di kampus, aku jalan sendirian
Gelap . . .
Hanya lampu sepeda membakar jalanan
Inginku tendang daun pohonan
Lalu terlempar ke bawahnya
Tapi urung tak ada dusta
Kelam langkah, lagi di kampus
Ada tas dan rokok menari telanjang
Bayang terus kini ada
Lagi, inginku tendang kayu pohonan
Dan terlempar ke dalamnya
Malam tambah merasuk
Di sekret, dengar canda
Getah ketapang menetes, sayup dihantam gelap
Ini langkah sepi sudah
Kelam benak jadi semati rindu
Tubuh yang lalu, buruk jadi mimpi
Tubuh persaudaraan jadi selapuk kayu
Lunglai aku, selunglainya . . .
Penyakit lama mulai lagi
Kumat, sampai puncak . . .
Kelam benak semati kayu . . .
301109 – 021209
Senin, 30 November 2009
kembali dulu
Tetap semua kembali dulu
Lalu . . .
Tumpah sudah air gelasnya
Basah . . .
Kian hari kian menjadi
Tak layak dia ingin kembali
Meringis pergi batu kali-nya
Kau . . .
Kayu ditusuk tembus matanya
Melongok jauh, sejengkal saja
Anyir, bau tubuhmu
Asin, rasa bajumu . . .
“ Kaum Pembodoh Zaman “
Kaum pembodoh zaman
Kerjanya memberi masukan
Cuma mengkritik dan memberi saran
Kawan atau lawan dianggap bawahan
Kaum pembodoh zaman
Suka merantau ke negeri orang
Mencari popularitas lebih gampang
Dengan memberi kritikan dan saran
Kaum pembodoh zaman
Di negeri sendiri sendiri tak mau turun tangan
Menyuguhkan dogma-dogma jahiliyah 90-an
Tak ada lagi persahabatan atau persaudaran
Kaum pembodoh zaman
Tertawa diatas kaum yang terbuang
Memaksa kaum terbuang kerja keras dengan ide yang terpampang
Sampai hidup mereka seperti gelandangan
Kaum pembodoh zaman
Besar mulutmu layaknya nisan
Lebih baik kau mati ditelan batu pohonan
Agar negeri ini kembali benar
Kami kaum terbuang
Kerja keras sampai jadi gelandangan
Tak mau lagi jadi bawahan
Dari kau, kaum pembodoh zaman
Dan kami . . .
Bukan kaum pembodoh zaman
cOot’zZ
221109 04:22
Kamis, 05 November 2009
“ maafkan aku, Luna … “
Tetes hujan kian nampak stomatanya
semilir kurasa makin nyata
bebatang, reranting, dedaunan
tersenyum manja
sehabis basah, ditingkap cahaya
….. Luna
Oh, Luna …
kau nampak cantik hari ini
rautmu bundar, nguning …
Kudengar riuh pedagang jalanan
hiruk-pikuk kendaraan
hanya terpampang rautmu telanjang
dibalik senyum terlihat keadaan
Luna …
kali pertama kusebut lain namamu
tubuhku mematung mengenal dirimu
kau rayu aku, selalu
tapi, …..
Maaf Luna …
kau, korban inspirasiku
seutuhnya-semalaman
cOot’zZ
0501109 21:24
“ hati dan nadi “
Ini sepi terngiang sungguh
Tersesat alur remajaku
Hati dan nadi seakan mati
Kini jalani hidup yang pribadi
Semakin tertinggal dalam peraduannya
Sedetik pun tak menjawab partanyaanku
Mendadak terusir dari peradaban
Kembang ketapang menjalar panjang
Merasuk jatuh ke awang-awang
Hingga peluh perih terabaikan
Ini sunyi diseret malam
Semakin merasuk aku yang terdiam
Teringat hati dan nadi
Mencuat dari raga bersamaan
Berhamburan, entah kemana . . .
Ini malam tambah merasuk
Merajam setiap apa yang terbayang
Seakan dadaku terhenti mengembang
cOot’zZ
Senin, 02 November 2009
“ nadi “
Kulihat terang jadi menghujam
Kini siang mulai berawan
Matanya menantang mataku
Lalu, nangis . . .
Dan kini ada lagi
Nadi yang dulu mati suri
Dispersi tangisnya
Mencium nadi, satu kali
Tuk kesekian kali, terasa fitri . . .
Ada sesosok pribadi
Bertutup dada bertutup kepala
Dari kejauhan berlari
Kembali . . .
Menantang ragaku
Terasa bumi ada lagi
Kubuka mata, kupijakkan langkah
Masih disini . . .
by : cOot’zZ
Jumat, 23 Oktober 2009
“ ck . . kc . . ck . . kc . . “
ck . . ck . . ck . . ck . . ck . .
ck . . ck . . ck . . ck . .ck . .
ck . . ck . . ck . . ck . . ck . .
ck . . ck . . ck . . ck . . ck . .
ck . . ck . . ck . . ck . .ck . .
kc . . kc . . kc . . kc . . kc . .
kc . . kc . . kc . . kc . . kc . .
kc . . kc . . kc . . kc . . kc . .
kc . . kc . . kc . . kc . . kc . .
kc . . kc . . kc . . kc . . kc . .
ck . . ck . . ck . . ck . . ck . .
ck . . ck . . ck . . ck . .ck . .
ck . . ck . . ck . . ck . . ck . .
ck . . ck . . ck . . ck . . ck . .
ck . . ck . . ck . . ck . .ck . .
kc . . kc . . kc . . kc . . kc . .
kc . . kc . . kc . . kc . . kc . .
kc . . kc . . kc . . kc . . kc . .
kc . . kc . . kc . . kc . . kc . .
kc . . kc . . kc . . kc . . kc . .
“ kisah perjalanan “
Andai mataku bisa kutukar dengan mulutmu
Akan kubaca sajakmu
Dalam hati tanpa melihatnya
Bertulis semua tentang kehidupanmu
Ini hidup terlalu sepi
Aku ingin kembali ke jalanan
Melihat setiap dinamika kehidupan
Merasakan setiap perbedaan perjalanan
Berbenah dalam retakan perjalanan
Kupandang langit dengan mata telanjang
Berharap malam berkabar terang
Seakan tak ada nafas yang terkembang
Ini bukan hidup seorang pribadi
Hanya memandang animo masyarakat sekitar
Karena aku tak mau bertingkah
Terlalu lama bersandiwara dalam naskah orang lain
Aku . . . tak mau
" pekan pagi "
Cok…cok…cok…
Juancoooook…
Ini pekan sulit dihubungi
Penaku macet pagi-pagi
Ini pekan ingin kumaki-maki
Cok…cok...cok…
Juancoooook…
Jumat, 02 Oktober 2009
“ tubuH ti9a buLan yan9 lalu “
Kulihat pagi kini jadi malam
sehari malam terkapar
ditingkap suasana kamar
Disini, hanya ada aku
berdebat dengan pena tentang wanitaku
setelah cermin kamar melototiku
mengingatkanku alur tiga bulan yang lalu
Kubuka lagi jurnal hari-hariku dengan dia
saat aku terlena bersama tubuh tiga bulan yang lalu
ketika cinta benar-benar berkata
tiga bulan yang lalu, memang benar adanya
Tiga bulan yang lalu
terakhir ku bersamamu
saat ku cium bibirmu
saat terakhir ku kecup keningmu
malam di pinggir sawah antirogo
Sudahlah!!!
sekarang sudah ganjil setahun lampau
digerogoti sembilan bulan dengan tubuh yang lalu
kini akhirnya jadi tubuh tiga bulan yang lalu
Biar borok hidup di kulitku
biar malam menghujam tubuhku
kelam lalu melumuri nadiku
aku ingin hidup bersama tubuh tiga bulan yang lalu
190909 10:30
Sekret
- cOot’zZ -